Motif Penganiayaan Bocah oleh ‘Ayah Juna’ Terungkap, Polisi Dalami Peran Ibu Kandung

Wartajaya.com – Kasus penganiayaan anak yang melibatkan pasangan sejenis di Jakarta Selatan terus menjadi perhatian publik. Polisi telah menetapkan EF alias YA atau dikenal dengan sapaan ‘Ayah Juna’ (40) serta ibu kandung korban, SNK (42), sebagai tersangka. Keduanya diduga kuat melakukan tindak kekerasan sekaligus penelantaran terhadap bocah berinisial MK (9).

Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, menjelaskan bahwa keterangan awal dari tersangka menunjukkan alasan penganiayaan berkaitan dengan faktor beban dan perilaku anak yang dianggap nakal. Meski demikian, kepolisian menegaskan alasan tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran atas tindakan kekerasan.

“Motif yang mereka sampaikan masih terus didalami oleh penyidik. Dari keterangan awal, pelaku menyebut faktor beban dan perilaku anak yang dianggap nakal. Namun, apa pun alasannya, tidak ada yang bisa membenarkan kekerasan terhadap anak,” ujar Nurul di Mabes Polri, Senin (15/9/2025).

Polisi menduga pelaku kerap melakukan penyiksaan berat terhadap MK. Korban disebut sering dipukul, dibanting, hingga disiram bensin dan air panas. Bahkan, wajahnya pernah dibakar di sebuah kebun tebu. Kondisi fisik korban menunjukkan adanya patah tulang akibat hantaman benda keras.

Selain MK, saudara kembar korban berinisial ASK juga mengalami kekerasan. Kasubdit II Dittipid PPA dan PPO Bareskrim, Kombes Ganis Setyaningrum, menyebut ASK mendapat perlakuan berbeda dari pelaku. Namun, perbedaan tersebut masih dalam proses pendalaman oleh penyidik.

Tidak hanya melakukan kekerasan, kedua tersangka diduga sengaja membawa MK dari Jawa Timur ke Jakarta untuk ditelantarkan. Bukti manifest perjalanan kereta dari Surabaya menuju Jakarta ditemukan penyidik sebagai salah satu petunjuk. Polisi juga menegaskan SNK, ibu kandung korban, mengetahui perbuatan ‘Ayah Juna’ dan turut menyetujui rencana meninggalkan anaknya.

Keduanya kini ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri. Mereka dijerat dengan Pasal 76B jo 77B dan Pasal 76C jo 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat. Ancaman hukuman maksimal mencapai delapan tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.

Sementara itu, kondisi MK mulai menunjukkan perkembangan positif setelah menjalani perawatan intensif. Berat badan anak yang awalnya hanya 9 kilogram ketika ditemukan kini meningkat menjadi 19 kilogram. MK juga sudah bisa berjalan, berlari, serta aktif belajar menulis, membaca, dan mengaji.

“Anak korban saat ini dalam perlindungan Kementerian Sosial. Kondisinya berangsur pulih, baik secara fisik maupun psikis. Sebelumnya korban mengalami trauma mendalam sehingga proses penyidikan cukup lama,” jelas Ganis.

Selain menjalani pemulihan medis, korban juga harus melewati beberapa kali operasi sebelum akhirnya bisa memberikan keterangan kepada penyidik. Polisi menilai pernyataan korban konsisten sehingga menjadi dasar untuk menguatkan bukti dalam proses hukum.

Kasus ini menegaskan kembali pentingnya perlindungan anak sebagai prioritas bersama. Aparat penegak hukum menekankan bahwa segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis, tidak bisa ditoleransi. Proses penyelidikan terhadap motif dan latar belakang perbuatan kedua pelaku masih terus berjalan.

Exit mobile version