
Wartajaya.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti langkah mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang mengajukan banding setelah dinyatakan bersalah dalam kasus asusila terhadap anak di bawah umur dan diberhentikan dengan tidak hormat dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri). KPAI menilai tindakan tersebut mencerminkan situasi darurat dalam perlindungan anak.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyatakan bahwa meskipun pihaknya mengapresiasi putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), pengajuan banding oleh AKBP Fajar menunjukkan adanya kondisi yang sangat mengkhawatirkan terkait perlindungan anak, terutama dalam kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Menurut Ai, pengajuan banding dalam konteks etik dapat menimbulkan argumen bahwa perbuatan tersebut bukan tindak pidana berat, padahal jelas merupakan kekerasan seksual.
Ai menekankan pentingnya penegasan terhadap sangkaan kasus yang menimpa pelaku. Ia menilai tindakan yang dilakukan oleh AKBP Fajar terhadap korban termasuk dalam kategori kejahatan seksual. Menurutnya, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak terdapat istilah pencabulan dan persetubuhan, sementara dalam UU TPKS terdapat tindak kekerasan seksual yang mungkin diawali dengan pelecehan, seperti interaksi atau ujaran tertentu. Namun, berdasarkan temuan kepolisian terhadap tiga korban anak dan satu dewasa, tindakan tersebut jelas merupakan kejahatan seksual. Oleh karena itu, jika dianggap sebagai tindak pelecehan seksual dalam terminologi sidang etik, hal tersebut kurang tepat.
KPAI mengajak semua pihak untuk mengawal putusan etik tersebut dan memperkuat pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ai menekankan bahwa sidang putusan etik seharusnya menunjukkan bahwa tersangka melakukan perbuatan pidana atau pelanggaran hak asasi manusia yang sangat berat. Ia menambahkan bahwa dalam terminologi kejahatan perlindungan anak, tindakan tersebut adalah kejahatan seksual, dan dalam UU TPKS, itu jelas merupakan kekerasan seksual. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat pemahaman atas aturan perundangan dalam bahasa hukum yang digunakan.
Sebelumnya, sidang KKEP terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja telah selesai dilaksanakan. Dalam sidang tersebut, AKBP Fajar dinyatakan bersalah atas kasus asusila terhadap anak di bawah umur dan dijatuhi sanksi etika berupa perilaku melanggar sebagai perbuatan tercela. Polri juga menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri. Namun, AKBP Fajar mengajukan banding atas sanksi administratif tersebut.
AKBP Fajar dihadirkan langsung dalam sidang yang digelar tertutup tersebut. Sidang dimulai sejak pukul 10.30 WIB. Sebagai informasi, Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba dan asusila. Ia juga telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa, berdasarkan pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Wabprof).
KPAI juga meminta kepolisian dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menelusuri kemungkinan adanya anak-anak lain yang menjadi korban asusila mantan Kapolres Ngada tersebut. Anggota KPAI, Dian Sasmita, menilai kasus kekerasan seksual terhadap anak ini sangat serius, mengingat korbannya lebih dari satu orang. Ia menekankan pentingnya penelusuran potensi anak yang menjadi korban agar mereka mendapatkan akses pemulihan yang optimal.
Selain itu, KPAI akan memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual anak yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada tersebut. Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyatakan bahwa pihaknya akan memastikan anak-anak yang menjadi korban mendapatkan perlindungan yang optimal. Ia juga menekankan pentingnya koordinasi dengan stakeholder terkait untuk menjamin pemulihan bagi para korban.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi kinerja Polri dalam mengungkap kasus asusila yang menjerat mantan Kapolres Ngada tersebut. Kompolnas menilai langkah transparan Polri dalam menangani kasus ini berhasil menjawab keresahan publik. Kompolnas juga mendorong digelarnya sidang KKEP dan proses pidana atas perbuatan eks Kapolres Ngada tersebut. Kompolnas akan terus mengawal kasus ini dan memastikan proses penanganan pelanggaran pidana narkoba dan asusila yang dilakukan oleh AKBP Fajar berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, menanggapi kasus dugaan pencabulan oleh mantan Kapolres Ngada tersebut dengan menyatakan bahwa pelaku pantas mendapatkan hukuman mati atau penjara seumur hidup. Ia menilai tindakan yang diduga mencabuli tiga anak di bawah umur merupakan perbuatan bejat, terlebih aksinya juga direkam dan tersebar luas di dunia maya. Fajar juga diduga terlibat penyalahgunaan narkoba. Selly menekankan bahwa jika dijerat dengan pasal berlapis, pelaku bisa dikenai hukuman minimal 20 tahun penjara.
KPAI juga mendorong Polri untuk mendalami mengenai monetisasi atau nilai uang yang didapat mantan Kapolres Ngada tersebut ketika mengunggah konten pornografi anak di situs porno luar negeri. Diketahui, AKBP Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan