Site icon www.wartajaya.com

Israel Lancarkan Serangan Darat ke Lebanon: Apa yang Berbeda dengan Invasi Sebelumnya?

Israel Lancarkan Serangan Darat ke Lebanon

Israel Lancarkan Serangan Darat ke Lebanon

Wartajaya.com – Pada 1 Oktober 2024, Israel memulai serangan darat ke Lebanon setelah melakukan serangkaian serangan udara selama beberapa hari sebelumnya. Serangan ini diklaim Israel sebagai upaya terbatas, terlokalisasi, dan terarah yang bertujuan untuk menargetkan kelompok Hizbullah. Namun, langkah ini memicu kekhawatiran tentang kemungkinan terulangnya konflik skala besar seperti yang terjadi dalam invasi sebelumnya.

Invasi Israel ke Lebanon dari Masa ke Masa

Invasi Israel bukanlah hal baru dalam sejarah kedua negara. Sejak 1978, Israel telah menginvasi Lebanon sebanyak empat kali dengan berbagai tujuan, mulai dari membalas serangan hingga menghancurkan kelompok bersenjata yang beroperasi di wilayah tersebut.

1978: Operasi Litani Invasi pertama Israel ke Lebanon terjadi pada 1978 dan dikenal sebagai Operasi Litani. Aksi ini merupakan respons atas serangan yang dilakukan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang membajak bus di Israel dan menewaskan 38 warga sipil. Israel menanggapi serangan tersebut dengan memasuki Lebanon selatan. Selama invasi ini, pasukan Israel menciptakan zona penyangga di wilayah Lebanon yang kemudian diduduki hingga tahun 2000. Setidaknya 2.000 orang di pihak Lebanon tewas dalam operasi ini, sementara 18 tentara Israel gugur.

1982: Operasi Perdamaian untuk Galilea Pada 1982, Israel melancarkan invasi besar-besaran ke Lebanon dengan nama Operasi Perdamaian untuk Galilea. Ribuan tentara dan ratusan kendaraan lapis baja Israel bergerak melintasi perbatasan dengan tujuan menghancurkan basis PLO yang terus menyerang Israel dari Lebanon. Israel berhasil mencapai pinggiran Beirut hanya dalam waktu satu minggu. Meski demikian, invasi ini memakan korban jiwa yang sangat besar di pihak Lebanon, dengan lebih dari 20.000 orang tewas, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil. Di sisi Israel, 654 tentara gugur. Operasi ini menciptakan zona penyangga yang bertahan hingga tahun 2000.

Baca juga: 155 Jemaah di Kediri Dilarikan ke Rumah Sakit Karena Keracunan Makanan

1996: Israel Hadapi Hizbullah Setelah pengusiran PLO, muncul musuh baru di Lebanon, yaitu Hizbullah. Kelompok ini muncul sebagai kekuatan paramiliter yang menentang kehadiran Israel dan sering melancarkan serangan. Pada April 1996, Israel melancarkan operasi militer terhadap Hizbullah sebagai tanggapan atas serangan roket kelompok tersebut. Serangan ini berlangsung selama lebih dari dua minggu dan menewaskan sekitar 250 warga Lebanon serta 13 anggota Hizbullah. Namun, Israel tidak mengalami kerugian berarti dalam invasi ini.

2006: Perang 34 Hari Pada 2006, terjadi perang yang berlangsung selama 34 hari antara Israel dan Hizbullah. Konflik dimulai ketika Hizbullah menyerang dua kendaraan militer Israel dan menyandera dua tentara. Israel merespons dengan serangan udara besar-besaran, diikuti dengan invasi darat ke Lebanon selatan. Perang ini berakhir dengan gencatan senjata, tetapi menyebabkan lebih dari 1.100 korban jiwa di pihak Lebanon, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil. Di pihak Israel, 121 tentara dan 44 warga sipil tewas.

Serangan 2024: Perbedaan dengan Invasi Sebelumnya

Serangan Israel ke Lebanon pada Oktober 2024 ini berbeda dari invasi-invasi sebelumnya. Menurut para analis, meskipun Israel kembali menargetkan Hizbullah, taktik yang digunakan kali ini lebih berhati-hati dan terarah. Yoav Stern, seorang analis militer Israel, mengatakan bahwa serangan kali ini kemungkinan akan lebih lambat dan penuh perhitungan. “Alih-alih melakukan invasi besar-besaran seperti pada 1982, Israel kini lebih memilih untuk menduduki kota-kota di Lebanon selatan satu per satu,” jelas Stern.

Serangan ini juga dinilai berbeda dari operasi militer di Gaza pada 2023, di mana Israel dengan cepat menghancurkan kekuatan militer Hamas. Di Lebanon, situasinya jauh lebih kompleks karena kekuatan Hizbullah yang lebih besar dan strategis. Profesor Amin Saikal, pakar Timur Tengah dari Universitas Nasional Australia, menyatakan bahwa Hizbullah masih memiliki kemampuan untuk melancarkan perlawanan yang signifikan terhadap pasukan Israel. “Meskipun Israel telah membunuh beberapa petinggi Hizbullah, kelompok ini masih memiliki kekuatan persenjataan yang cukup besar dan mampu bertahan di posisi strategisnya,” kata Saikal.

Sumber: BBC.2

Exit mobile version