Seorang mantan Kepala Unit (Kanit) di lingkungan Polda Metro Jaya berinisial D dijatuhi hukuman demosi selama delapan tahun akibat keterlibatannya dalam kasus pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP). Hukuman ini diputuskan dalam sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang menyatakan bahwa perbuatan D termasuk dalam kategori tercela.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, menyampaikan bahwa hukuman tersebut juga mencakup penempatan dalam tempat khusus (patsus) selama 30 hari. “Sidang kode etik telah menyatakan bahwa D melakukan perbuatan tercela. Putusannya adalah demosi delapan tahun dan patsus selama 30 hari,” ujar Anam kepada wartawan pada Kamis (2/1/2024).
Selain D, Anam mengungkapkan bahwa proses hukum terhadap anggota polisi lain yang juga terlibat dalam kasus ini masih berlangsung. Salah satu anggota yang disidang adalah polisi dengan level jabatan lebih rendah dari D. “Proses sidang etik terhadap satu anggota lainnya sedang berjalan. Prosesnya cukup panjang karena baru saja dimulai,” jelasnya.
Sebelumnya, Polri telah menjatuhkan sanksi tegas berupa pemberhentian tidak hormat terhadap tiga anggota polisi yang terlibat dalam kasus pemerasan ini. Mereka adalah mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Riananta Syaeful, dan mantan Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia.
Baca juga: Kecelakaan Pesawat Jeju Air di Bandara Internasional Muan, 47 Korban Tewas
Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, menyatakan bahwa ketiga mantan anggota tersebut dinilai telah lalai dalam menjalankan tugas. Mereka membiarkan praktik pemerasan terhadap penonton konser DWP 2024, baik warga negara asing maupun warga Indonesia, yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
“Ketiga mantan anggota Polri tersebut dianggap melakukan pembiaran dan tidak mengambil tindakan tegas saat anggotanya memeras penonton konser. Tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip kepolisian,” tegas Trunoyudo.
Selain hukuman terhadap para pelaku, uang hasil pemerasan sebesar Rp2,5 miliar yang diperoleh dari penonton DWP akan dikembalikan kepada para korban. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Polri dalam menegakkan keadilan dan mengembalikan kepercayaan publik.
Kasus ini menjadi salah satu sorotan penting terkait reformasi internal di tubuh Polri. Hukuman berat yang dijatuhkan kepada para pelaku menunjukkan komitmen institusi kepolisian untuk menindak tegas pelanggaran etika dan hukum di kalangan anggotanya.
Keputusan ini juga diharapkan menjadi pelajaran bagi seluruh aparat kepolisian untuk menjalankan tugas dengan integritas tinggi. Publik menantikan langkah lanjutan dari Polri dalam menyelesaikan kasus serupa dan memastikan bahwa praktik-praktik tercela seperti ini tidak terulang di masa depan.
Kasus pemerasan penonton DWP menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang konsisten di tubuh Polri. Keberanian untuk menindak tegas pelaku dari internal menunjukkan langkah maju dalam membangun institusi kepolisian yang bersih dan terpercaya.