Wartajaya.com – Staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Adhi Kismanto, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang terkait pemblokiran situs judi online. Tidak hanya Adhi, sembilan pegawai Komdigi lainnya juga turut menjadi tersangka dalam kasus yang menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas lembaga tersebut.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menyampaikan bahwa dari total 24 tersangka yang terlibat dalam kasus ini, sepuluh di antaranya berasal dari Kementerian Komdigi. “Perlu kami sampaikan bahwa untuk yang pegawai Komdigi ada sembilan, sedangkan satu orang itu statusnya adalah staf ahli,” ungkap Wira dalam konferensi pers, Senin (25/11).
Kasus ini kian mencoreng kredibilitas Komdigi. Fakta bahwa Adhi sebelumnya tidak lulus seleksi tenaga pendukung teknis sistem pemblokiran konten negatif pada tahun 2023, namun tetap dipekerjakan melalui aturan baru, memunculkan dugaan kuat adanya celah dalam prosedur internal kementerian.
“Untuk SOP itu bukan diganti ya, artinya ada SOP baru. Hal ini akan kami dalami lebih lanjut,” kata Wira, tanpa memberikan detail spesifik mengenai bagaimana aturan baru tersebut memungkinkan Adhi tetap dipekerjakan.
Polda Metro Jaya mengungkap modus operandi yang melibatkan pegawai Komdigi dalam memanipulasi sistem pemblokiran situs judi online. Para pelaku diduga menerima sejumlah uang agar situs tertentu tidak diblokir atau diizinkan kembali beroperasi.
Barang bukti berupa uang tunai dan aset senilai total Rp167,8 miliar disita dari para tersangka. Nilai fantastis ini menunjukkan skala besar kejahatan yang melibatkan aktor-aktor di balik layar.
Baca juga: Ibu Ronald Tannur Jadi Tersangka Kasus Suap
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 303 KUHP dan Pasal 27 ayat (2) UU ITE, yang diperkuat dengan pasal-pasal dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hukuman berat mengancam para pelaku, namun ini tidak cukup untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap Komdigi.
Selain sepuluh pegawai Komdigi, polisi juga menetapkan belasan tersangka lainnya, termasuk Alwin Jabarti Kiemas dan mantan komisaris BUMN, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony Tomang. Saat ini, empat tersangka lainnya masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Polisi merinci kelompok pelaku berdasarkan peran mereka, termasuk bandar, agen pencari website judi, pengepul dana, hingga oknum yang memverifikasi agar situs judi tidak diblokir. Kompleksitas jaringan ini mengindikasikan bahwa kejahatan tersebut telah terorganisasi dengan baik.
Kasus ini memicu kritik keras terhadap Kementerian Komdigi. Proses rekrutmen yang tidak transparan dan pelaksanaan aturan internal yang longgar dianggap menjadi pintu masuk bagi tindakan korupsi semacam ini.
Langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya memang patut diapresiasi. Namun, akar permasalahan di internal Komdigi harus segera diperbaiki. Tanpa reformasi menyeluruh, kasus serupa berpotensi terulang, mengorbankan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.
Polda Metro Jaya masih berupaya menangkap empat buronan yang diduga memiliki peran penting dalam jaringan ini. Publik berharap proses hukum berjalan transparan dan tuntas, tidak hanya untuk para pelaku, tetapi juga bagi pihak-pihak yang mungkin terlibat secara struktural.
Kasus ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi semua pihak, khususnya lembaga pemerintah, untuk memperkuat integritas sistem mereka. Ketidakmampuan dalam menjaga profesionalisme dan transparansi hanya akan memperburuk citra lembaga negara di mata masyarakat.