Hot NewsPOLITIK

Peringatan Darurat Garuda Biru: Tanda Bahaya untuk Demokrasi Indonesia?

Wartajaya.com – Dalam keriuhan dunia Maya, satu simbol duka terlahir tengah kegaduhan netizen: “Peringatan Darurat Garuda Biru”, lambang keprihatinan merebak lewat kicauan digital, menggugat derap langkah demokrasi tercinta. Garuda megah bermandikan biru, tersemat kata “Peringatan Darurat”, unjuk rasa baru warga net penuh tanya, nyata di pesona maya. Tapi, apa sebenarnya yang terkandung di dalamnya? Apakah tandusnya peringatan ini sekadar bergaung di jagat maya, atau memang tanda bahaya bagi demokrasi di Indonesia?

Gelora peringatan darurat terpatri dalam icon Garuda Pancasila berbalut latar biru, disertai uswatun hasanah “Peringatan Darurat”. Viralitasnya di lini masa media sosial bukan tanpa sebab. Adalah keprihatinan akan nasib demokrasi sang Saka, gundah gulana masyarakat di tengah panasnya politik dan hukum negeri.

Di tengah kemeriahan jejaring sosial, tagar peringatan darurat Indonesia, peringatan darurat Pancasila, hingga darurat Pancasila melonjak bak peluru di arena Google, mencerminkan khawatir bersama akan masa depan yang terabaikan. Tatkala Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menentang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, masyarakat pun beraksi, bergerak bersama dengan sinyal bahaya melalui simbol garuda biru.

Bahkan, seperti pantauan Kompas.com, tagar peringatan darurat sempat menjadi puncak pembahasan, menyentuh angka 231.000 kali pada tempo yang singkat. Inti dari seruan ini, ajakan netizen untuk menjaga putusan MK jelang Pilkada serentak. Beragam protes tersebut tampak jelas, keriuhan pernyataan dari rapat Baleg DPR yang mengesahkan RUU Pilkada dan menggehendaki revisi atas putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, memainkan nada-nada perlawanan.

Bukan tanpa alasan, sikap ini diamini oleh publik dari berbagai penjuru. Narasi TV, Najwa Shihab, Joko Anwar, Mira Lesmana, hingga Raditya Dika, menyeru serupa, menggunggah simbol peringatan darurat sebagai bentuk penolakan atas hasil rapat Baleg DPR yang dianggap mengalihkan keputusan MK.

Baca juga: Medali Perunggu Disebut ‘Giveaway,’ Netizen Kecam Stasiun TV Nasional

Dalam berkembangnya suasana, Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada mengenai syarat pencalonan dan batas usia kepala daerah, namun mengabaikan Putusan MK. Muncul pula Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengatur syarat minimal usia menjadi 30 tahun saat dilantik, yang berpotensi mempengaruhi peluang Kaesang Pangarep pada Pilkada Jawa Tengah 2024.

Tentu, drama politik dan hukum ini bukan sekadar pertunjukan semata, namun alat ukur vital bagi keadilan dan kebebasan berpendapat yang harus dijaga junjung tinggi. Poster yang kini viral, satu potret dari Emergency Alert System (EAS) ala Indonesia, sebuah sirene peringatan dari netizen, bahwa demokrasi harus dipertahankan, bukan dipermainkan.

Setiap unggahan, tiap tagar yang muncul, bukan hanya sekadar tren, namun panggilan akan tugas kita bersama, untuk mengawal demokrasi Indonesia agar berjalan dengan benar dan adil. Karena, darurat mengancam, dan peringatan telah dibunyikan, kini saatnya bersatunya suara rakyat, demi masa depan negeri berdaulat.

Related Articles

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button