Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wordpress-seo domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/wartajaya.com/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Vonis Bebas Gregorius Ronald Tannur Jadi Potret Buram Penegakan Hukum di Indonesia
Hot News

Vonis Bebas Gregorius Ronald Tannur Jadi Potret Buram Penegakan Hukum di Indonesia

Wartajaya.com – Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, menjatuhkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti (29) di sebuah tempat hiburan malam pada 4 Oktober 2023. Keputusan ini memicu kontroversi dan mempertanyakan integritas sistem peradilan di Indonesia.

Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini. “Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” ujar Hakim Erintuah, Rabu, 24 Juli 2024, seperti dilansir dari Antara.

Keputusan ini mengejutkan publik dan menuai kritik tajam. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana seseorang yang diduga kuat terlibat dalam tindakan brutal bisa lolos dari jeratan hukum. Pengadilan berpendapat bahwa Ronald telah berupaya membantu korban dengan membawa Dini ke rumah sakit dalam keadaan kritis. “Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum,” tambah Erintuah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki sebelumnya menuntut Ronald dengan hukuman 12 tahun penjara berdasarkan dakwaan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. JPU juga meminta agar Ronald membayar restitusi kepada keluarga korban sebesar Rp 263,6 juta. Dalam kasus ini, Ronald didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini, di kawasan Lenmarc Mal, Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya. Menurut hasil rekonstruksi, Dini juga terlindas oleh mobil Ronald saat bersandar di luar pintu.

Ronald menangis saat mendengar putusan bebas dari hakim. “Nggak apa-apa, yang penting Tuhan yang membuktikan,” kata anak dari eks anggota DPR Edward Tannur dari Fraksi PKB ini dengan nada emosional. Kuasa hukumnya, Lisa Rahmat, menyambut putusan ini dengan ucapan syukur. “Alhamdulillah,” katanya singkat.

Namun, reaksi berbeda datang dari masyarakat luas dan pengamat hukum. Banyak yang melihat keputusan ini sebagai cerminan dari sistem hukum yang tidak adil dan rentan terhadap pengaruh kekuasaan. Kritik pedas juga datang dari keluarga korban yang merasa bahwa keadilan belum ditegakkan.

Baca juga: Penyelidikan Dugaan Penganiayaan dan Penyekapan oleh Oknum Polisi di Bali Berlanjut

Penegakan hukum di Indonesia seringkali dipandang sebelah mata karena banyaknya kasus serupa yang menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses peradilan. Kasus Gregorius Ronald Tannur menjadi contoh nyata bagaimana kekuatan ekonomi dan politik bisa mempengaruhi hasil pengadilan. Hakim Erintuah berpendapat bahwa terdakwa telah menunjukkan upaya pertolongan kepada korban, tetapi banyak yang menilai hal ini tidak cukup untuk menghapus dugaan tindak kekerasan yang terjadi sebelumnya.

Putusan ini menambah daftar panjang kasus kontroversial yang menimbulkan kekecewaan terhadap sistem peradilan di Indonesia. Tidak sedikit yang merasa bahwa keadilan hanya menjadi milik mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. Publik mempertanyakan bagaimana sistem hukum bisa memberikan vonis bebas terhadap terdakwa yang telah memiliki bukti kuat terkait keterlibatannya dalam tindakan kriminal.

Kasus ini juga menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan keadilan bagi korban dan keluarga mereka. Meskipun ada bukti dan saksi yang cukup, hasil pengadilan sering kali mengecewakan. Banyak yang berharap bahwa kasus ini akan menjadi pemicu reformasi dalam sistem peradilan Indonesia, agar keadilan bisa benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.

Ketidakpuasan publik terhadap putusan ini juga disuarakan melalui media sosial. Banyak netizen yang mengecam keputusan hakim dan menyatakan solidaritas mereka terhadap keluarga korban. Mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum, serta menekankan pentingnya integritas dalam penegakan hukum.

Dalam era digital ini, suara masyarakat semakin kuat dan sulit diabaikan. Pemerintah dan lembaga peradilan harus merespons dengan serius untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. Keadilan harus menjadi milik semua orang, bukan hanya mereka yang beruntung atau berkuasa.

Kasus Gregorius Ronald Tannur dan Dini Sera Afriyanti adalah cermin buram dari realitas penegakan hukum di Indonesia. Diharapkan ada evaluasi dan perubahan mendasar agar kejadian serupa tidak terulang kembali, dan agar keadilan bisa benar-benar dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

Sumber: Tempo.

Related Articles

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button