Polisi di Belitung Jadi Tersangka Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur
Wartajaya.com – Sebuah kasus yang menghebohkan terjadi di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, di mana seorang anggota kepolisian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak di bawah umur. Kasus ini mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan menambah daftar panjang kasus pelanggaran hukum yang melibatkan aparat penegak hukum.
Dalam konferensi pers yang digelar beberapa waktu lalu, Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polres Belitung, IPDA Wahyu Nugroho, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi satu pelaku dalam dugaan tindak pidana perbuatan asusila terhadap seorang anak. Pelaku yang diketahui berinisial Brigpol AK kini tengah menghadapi tuntutan hukum berat atas tindakan keji tersebut.
Wahyu Nugroho menjelaskan kronologi kejadian, yang dimulai pada Rabu, 15 Mei lalu, sekitar pukul 20.30 WIB, di Mapolsek Tanjung Pandan. Menurutnya, korban yang saat itu berada bersama dua rekannya datang ke Polsek Tanjung Pandan untuk melaporkan tindak pidana persetubuhan yang dialaminya di sebuah panti asuhan dengan terlapor bernama Beni.
“Sesampainya di Polsek Tanjung Pandan, korban bertemu dengan pelaku, Brigpol AK, yang kemudian memanggil korban untuk masuk ke salah satu ruangan di polsek tersebut,” ujar Wahyu Nugroho.
Dalam ruangan itu, setelah pelaku menanyakan detail kejadian yang dialami korban, Brigpol AK membawa korban ke ruang lain yang pintunya dikunci dari dalam. Sementara itu, dua teman korban menunggu di ruang lain. Di ruang terkunci tersebut, korban mengalami tindakan pencabulan oleh pelaku.
Setelah pelaku menyelesaikan aksinya, ia mengancam korban untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun. Korban, merasa takut dan trauma, akhirnya meninggalkan ruangan dan kembali ke panti asuhan. Kasus ini kemudian dilaporkan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke SPKT Polres Belitung, menandai awal dari penyelidikan lebih lanjut.
Barang bukti yang berhasil diamankan oleh polisi mencakup hasil visum et repertum, satu helai celana panjang warna hitam jenis kargo, serta satu buah jepit berwarna pink. Barang bukti ini menjadi bagian penting dari proses penyidikan kasus ini.
Akibat perbuatannya, Brigpol AK dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelaku juga dikenakan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman yang dihadapi pelaku mencapai 15 tahun penjara untuk pasal pertama dan maksimal 12 tahun penjara untuk pasal kedua.
“Saat ini, pelaku telah berstatus sebagai tersangka sejak Selasa, 16 Juli kemarin dan sudah dilakukan penahanan,” kata Wahyu Nugroho.
Kasus ini memicu kekhawatiran luas di masyarakat mengenai integritas aparat kepolisian dan menjadi sorotan media serta masyarakat. Kejadian ini menambah deretan kasus pelanggaran hukum yang melibatkan anggota kepolisian, merusak citra institusi kepolisian yang selama ini diharapkan menjadi pelindung dan penegak hukum yang tegas.
Publik berharap agar proses hukum terhadap Brigpol AK berjalan dengan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa di masa depan. Pihak kepolisian diharapkan dapat meningkatkan pengawasan internal dan pelatihan agar kejadian serupa tidak terulang kembali, serta memastikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum tetap terjaga.
Kasus ini juga mengingatkan kita semua akan pentingnya perlindungan terhadap anak-anak dan perlunya sistem perlindungan yang lebih baik. Semua pihak diharapkan dapat berperan aktif dalam mencegah tindakan kekerasan dan asusila, serta mendukung korban untuk mendapatkan keadilan yang layak.
Baca juga: Spanyol Bersama Afrika Selatan Gugat Israel ke Mahkamah Internasional
Sumber: Liputan6.