Ekonomi

OJK Laporkan Peningkatan Drastis Piutang di Paylater, Bahaya di Depan Mata?

Wartajaya.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa outstanding piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (BNPL) atau bayar nanti mencapai Rp 6,81 triliun per Mei 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan paylater signifikan sebesar 33,64 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK, Agusman, menegaskan bahwa lonjakan ini adalah bukti dari pertumbuhan layanan BNPL di Indonesia yang semakin populer di kalangan masyarakat.

“Total penyaluran piutang pembiayaan BNPL per Mei 2024 meningkat 33,64 persen secara tahunan atau year on year (YoY) menjadi sebesar Rp6,81 triliun,” kata Agusman dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/7). Namun, meskipun ada peningkatan, profil risiko pembiayaan juga ikut bertambah. Agusman menjelaskan bahwa Non Performing Financing (NPF) Gross mencapai 3,22 persen dan NPF Netto berada di angka 0,84 persen.

Peningkatan ini, meski terlihat positif dari sisi inklusi keuangan, menimbulkan kekhawatiran terkait stabilitas sektor keuangan. Agusman sendiri mengakui bahwa “Pembiayaan BNPL di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital.” Namun, potensi ini tidak lepas dari risiko-risiko yang mengintai di baliknya.

Lebih lanjut, Agusman menyatakan bahwa aturan paylater masih dalam proses kajian. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan tumbuh dan berkembangnya layanan BNPL, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inklusi keuangan di tanah air. “Kajiannya antara lain mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, manajemen risiko,” jelasnya.

Namun, peningkatan tajam dalam angka piutang BNPL ini juga memicu kekhawatiran akan risiko kredit yang mungkin timbul. Meskipun NPF Netto berada di bawah 1 persen, NPF Gross yang mencapai 3,22 persen menunjukkan adanya peningkatan kredit bermasalah. Hal ini menjadi tanda bahaya bagi industri pembiayaan yang harus diwaspadai oleh para pelaku usaha dan pengawas keuangan.

Kritik datang dari berbagai kalangan yang menyoroti bahwa pertumbuhan layanan BNPL yang cepat tanpa pengaturan yang ketat bisa mengarah pada masalah keuangan yang lebih besar di masa depan. Analis keuangan independen, Rahmat Fadli, menekankan bahwa peningkatan ini harus diimbangi dengan kebijakan yang tepat. “Pemerintah dan OJK perlu segera menerapkan aturan yang jelas dan tegas untuk menghindari lonjakan kredit bermasalah di masa mendatang. Tanpa regulasi yang ketat, kita berisiko menghadapi krisis keuangan,” ujarnya.

Sementara itu, pengguna paylater juga mulai merasakan dampak negatif dari peningkatan layanan ini. Beberapa konsumen melaporkan kesulitan dalam membayar cicilan mereka karena kemudahan akses yang diberikan tanpa adanya pengawasan ketat terhadap kemampuan finansial mereka. Endah, seorang pengguna BNPL di Jakarta, mengungkapkan kekhawatirannya, “Awalnya saya merasa sangat terbantu dengan layanan BNPL ini. Namun, seiring berjalannya waktu, cicilan yang harus saya bayar semakin menumpuk dan sulit untuk dilunasi.”

Perusahaan BNPL sendiri harus bersiap menghadapi tantangan ini dengan meningkatkan pengelolaan risiko dan memastikan bahwa layanan yang mereka tawarkan tidak membebani konsumen secara finansial. Agusman menekankan pentingnya manajemen risiko yang baik, termasuk dalam hal pelindungan data pribadi dan kerja sama dengan pihak lain. “Perusahaan harus memiliki sistem pengamanan yang kuat dan rekam jejak audit yang baik untuk menjaga kepercayaan konsumen,” katanya.

Dalam menghadapi perkembangan ini, OJK dituntut untuk terus memantau dan mengatur industri BNPL agar tetap berada dalam koridor yang aman dan tidak membahayakan stabilitas keuangan nasional. Pengawasan yang ketat dan kebijakan yang tepat akan menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan inklusi keuangan dan pengelolaan risiko yang efektif.

Secara keseluruhan, meskipun pertumbuhan layanan BNPL membawa angin segar bagi inklusi keuangan di Indonesia, tantangan dan risiko yang menyertainya tidak boleh diabaikan. Dengan pengaturan yang baik dan pengawasan yang ketat, diharapkan layanan ini dapat terus berkembang secara sehat dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat tanpa menimbulkan masalah keuangan di masa depan.

Baca juga: Spanyol Bersama Afrika Selatan Gugat Israel ke Mahkamah Internasional

Sumber: Kumparan.

Related Articles

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button