Wartajaya.com – Media sosial sedang diramaikan oleh berita kebocoran data sensitif dari Indonesian Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS), yang ditemukan di dark web. Berita ini pertama kali diunggah di platform X (Twitter) oleh akun @FalconFeedsio pada Senin, 24 Juni 2024, dan sejak itu menjadi viral.
Menurut unggahan tersebut, data milik Polri, TNI, dan Kementerian Perhubungan Indonesia bocor ke dark web oleh seorang hacker dari BreachForums bernama MoonzHaxor. Akun @FalconFeedsio menjelaskan, “MoonzHaxor, seorang anggota terkemuka dari BreachForums, telah mengunggah berkas-berkas dari Badan Intelijen Strategis. Kebocoran ini termasuk file sampel, dengan kumpulan data lengkap yang tersedia untuk dijual. Pembobolan ini menyusul insiden serupa pada tahun 2021 di mana jaringan internal Badan Intelijen Negara disusupi oleh kelompok-kelompok China.”
Hingga Rabu, 26 Juni 2024, unggahan tersebut telah dilihat 2,8 juta orang, disukai lebih dari 7.000 kali, dan dibagikan ulang oleh 2.551 akun. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai keamanan data nasional.
Data Inafis merupakan sistem data yang dikelola oleh Polri, yang berisi rekaman gambar sidik jari untuk keperluan identifikasi. Sedangkan BAIS, dikelola oleh TNI, menyimpan data strategi kemiliteran, termasuk informasi tentang alutsista.
Menurut tangkapan layar dari dark web yang beredar di media sosial, beberapa data yang bocor dan diperjualbelikan berupa identitas sidik jari, foto wajah, dan springboot. Data-data tersebut dijual dengan harga 1.000 dollar AS atau sekitar Rp 16.500.000. Dokumen intelijen dari BAIS, yang terdiri dari file terkompres tunggal tahun 2020-2022, dijual dengan harga lebih mahal, yaitu 7.000 dollar AS atau sekitar Rp 115.500.000.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI Hinsa Siburian, menanggapi kabar kebocoran data Inafis di dark web dengan menyatakan bahwa Polri telah membenarkan adanya kebocoran data. Namun, menurut keterangan Polri, data yang dijual oleh hacker tersebut merupakan data lama.
“Jadi tentu kita crosscheck, kita konfirmasi dengan kepolisian apa benar ini data kalian. Mereka bilang, itu ada data memang data lama,” ungkap Hinsa pada Rabu, 26 Juni 2024.
Hinsa menambahkan bahwa data-data yang bocor di dark web tersebut tidak ada kaitannya dengan serangan ransomware pada Pusat Data Nasional (PDN) sementara. Meskipun demikian, kebocoran ini tetap menimbulkan kekhawatiran serius mengenai keamanan data nasional.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, mengatakan bahwa Polri akan melakukan pengecekan lanjutan dan merencanakan tindakan mitigasi. “Kami akan melakukan pengecekan lebih lanjut dan merencanakan langkah-langkah untuk mengatasi kebocoran ini,” kata Sandi Nugroho.
Sementara itu, terkait kebocoran data BAIS, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen R Nugraha Gumilar, menyatakan bahwa tim siber TNI telah melakukan pengecekan. “Terkait akun Twitter Falcon Feed yang merilis bahwa data BAIS TNI diretas, sampai saat ini masih dalam pengecekan yang mendalam oleh Tim Siber TNI,” ujar Nugraha Gumilar.
Kebocoran data ini menimbulkan implikasi serius bagi keamanan nasional Indonesia. Data Inafis yang bocor dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan berbagai kejahatan, seperti pencurian identitas dan penipuan. Sementara itu, data strategis BAIS yang bocor dapat mengancam keamanan dan pertahanan negara, mengingat data tersebut berisi informasi sensitif tentang strategi kemiliteran dan alutsista.
Keamanan data menjadi isu yang semakin penting di era digital ini. Pemerintah dan instansi terkait harus mengambil langkah-langkah serius untuk meningkatkan keamanan sistem data nasional. Kebocoran data ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih waspada dan meningkatkan upaya perlindungan terhadap data sensitif.
Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, instansi terkait, dan pakar keamanan siber sangat diperlukan. Langkah-langkah mitigasi yang efektif harus segera diimplementasikan untuk mencegah kebocoran data serupa di masa depan. Keamanan data bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama untuk menjaga integritas dan keamanan negara.
Dengan demikian, di tengah situasi yang mengkhawatirkan ini, upaya peningkatan keamanan siber harus menjadi prioritas utama. Keamanan data nasional harus dijaga dengan ketat untuk mencegah kebocoran yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan negara.
Baca juga: Idul Adha di Gaza, Ibadah di Tengah Reruntuhan dan Konflik Berkepanjangan!
Sumber: Kompas.