Wartajaya.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengungkapkan gelombang intimidasi yang semakin membesar selama proses penyelenggaraan Pemilu 2024. Intimidasi ini, menurutnya, sudah terjadi sejak tahap penetapan partai yang akan berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut.
“Intimidasi memang telah terjadi sejak awal. Bahkan pada saat proses penetapan partai-partai yang berhak mengikuti pemilu, berbagai bentuk intimidasi sudah merajalela,” ungkap Hasto kepada wartawan pada hari Kamis (21/3/2024).
Hasto menyoroti bukti yang disampaikan oleh perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Hadar Nafis Gumay, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi II DPR pada tanggal Rabu (11/1/2023) yang lalu. Hadar Nafis Gumay, pada kesempatan tersebut, memperlihatkan tangkapan layar yang diduga berisi percakapan anggota KPU provinsi yang merasa terganggu karena diduga adanya intervensi dari KPU pusat.
“Testimoni yang disampaikan oleh Pak Hadar Gumay di Komisi II menunjukkan bahwa sejumlah partai sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk ikut serta dalam pemilu, seperti PSI,” jelasnya. “Namun, ternyata ada upaya untuk meloloskan mereka. Ini bukanlah pendapat pribadi saya, melainkan fakta yang diungkapkan,” tambahnya.
Menurut Hasto, intimidasi ini bukan sekadar ancaman bagi proses demokrasi di Indonesia, tetapi juga mengancam keseluruhan jalannya proses demokrasi tersebut. “Ketika intimidasi terjadi dari awal hingga akhir, jelas ini merupakan ancaman serius bagi demokrasi kita,” tegasnya.
Hasto juga menyinggung tentang intimidasi yang dialami oleh mesin partai yang solid dalam upaya memenangkan pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 3, yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Dia pun menyebutkan dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
“Mesin partai mengalami intimidasi karena bergerak secara solid untuk mendukung pasangan Ganjar-Mahfud. Kami juga menghadapi penyalahgunaan kekuasaan dari Presiden Jokowi dalam segala aspek. Baik itu dalam penyaluran bansos, penggunaan instrumen hukum, hingga hasil pemilu yang seakan sudah diatur sebelumnya, mirip seperti era Orde Baru dengan anggaran yang secara otomatis disesuaikan. Ini adalah tantangan besar bagi kami,” ujarnya.
“Hal yang mencemaskan adalah bagaimana kemenangan yang diraih di luar negeri, tanpa campur tangan bansos ataupun intimidasi, justru memberikan hasil yang berbeda dengan hasil di dalam negeri. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah pemilihan presiden di Indonesia,” tandasnya.
Demikianlah perkembangan terbaru terkait intimidasi yang terus meningkat selama proses pemilu. Dengan adanya bukti-bukti yang diungkapkan oleh para pihak terkait, diharapkan pemerintah dan lembaga terkait dapat segera mengambil tindakan untuk menjaga integritas dan keadilan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Kemacetan Parah di Cibubur: Pengguna Jalan Terjebak Selama Jam Buka Puasa
Sumber: iNews