NASIONAL

Baik Buruk Wajah Polri di Mata Publik

Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri menjadi salah satu instrumen penting dalam mengukur kualitas layanan kepolisian. Personel Polri yang profesional dan kepuasan masyarakat terhadap layanan kepolisian merupakan pondasi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri. Bagaimana pasang surut wajah Polri di mata publik ?

Jakarta – (1 Juli 2021). Berbagai survei terkait penilaian kinerja Polri telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga eksternal kepolisian dan internal kepolisian. Penelitian tentang tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri yang dilakukan secara berkesinambungan oleh internal kepolisian, Puslitbang Polri, dalam kurun waktu empat tahun terakhir, tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri. Secara berturut-turut, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 sebesar: 65,92%; 68,99% 80,31%, dan 82,32 %.

            Survei mutakhir yang dilakukan Cyrus Network menyebutkan angka kepercayaan publik terhadap institusi Polri meningkat. Direktur Riset Cyrus Network Fadhli MR mengatakan sebanyak 86,2% responden mengaku percaya terhadap Polri.

            Angka itu jauh meningkat, dibandingkan survei tingkat kepercayaan yang dilakukan Cyrus sebelumnya. “Angka ini naik meningkat jika dibandingkan dengan survei kami sebelumnya yang menunjukan di angka 62,5%,” ujar Fadhli.

            Fadhli memaparkan Cyrus Network juga meminta responden untuk menentukan tingkat kepercayaan terhadap tiga lembaga penegak hukum lainnya yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan KPK. “Kami menemukan Polri menempati peringat teratas sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya oleh publik dengan 86,2% responden mengaku percaya terhadap Polri. Diikuti Mahkamah Agung dengan 85,9%, kemudian 82,2% responden percaya terhadap Kejaksaan Agung; dan 80,7% percaya terhadap KPK,” ucapnya.

            Menurut Fadhli, selisih tingkat kepercayaan publik antar lembaga masih tak terpaut jauh. Sebagian masih dalam rentang margin of error. Hanya tingkat kepercayaan terhadap KPK, lebih rendah dibanding lembaga yang lain. “Hal ini mungkin dipengaruhi ramainya isu seputar KPK belakangan ini,” ujar Fadhli.

Modal Penting

            Fadhli menambahkan meningkatnya kepercayaan publik terhadap Polri merupakan modal penting bagi Polri untuk menjalankan program-program dan meningkatkan pelayanan. “Ini merupakan prestasi yang harus dipertahankan, dan terus ditingkatkan oleh segenap jajaran Polri, agar Polri bisa dekat dengan masyarakat dan profesional dalam menjalankan fungsinya,” ujarnya.

            Dalam survei tersebut juga terungkap harapan besar masyarakat terhadap Polri. Diantaranya sebesar 27,1% masyarakat berharap Polri lebih mengayomi, cepat, tanggap, dan dekat dengan masyarakat. Kemudian 22,0% masyarakat berharap Polri semakin memperbaiki/meningkatkan lagi pelayanan dan kinerja (22,0%); dan lebih memberikan keamanan di tengah masyarakat (10,6%).

            “Harapan tersebut bisa menjadi masukan penting bagi Polri agar kedepannya bisa semakin dicintai oleh masyarakat,” ungkap Fadhli. Survei Cyrus Network tersebut dilakukan pada tanggal 28 Mei-1 Juni 2021 dengan jumlah responden sebesar 1230 responden tersebar secara proporsional pada 123 desa/kelurahan terpilih di 34 Provinsi. Survei dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan tingkat kepercayaan survei ini adalah 95% dengan margin of error sebesar kurang lebih 2,85%.

Apresiasi positif

            Kinerja kepolisian RI mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat. Keberhasilan polri dalam memberantas praktik kriminal ataupun perbuatan melanggar hukum, baik di eksternal maupun internal, menjadi tolak ukur kepuasaan terhadap kinerja Korps Bhayangkara. 

            “Keberhasilan kapolri ini terlihat dari tingkat kepuasan kinerja polisi di mata publik yang cukup tinggi. Hasil survei menunjukkan sebanyak 76,5 persen merasa puas,” kata Direktur Riset Lembaga Indonesia Presidential Studies, Arman Salam, dalam keterangannya di Jakarta.

            Arman mengatakan pencapaian tingkat kepuasaan itu cukup baik di masa seperti saat ini. “Terlebih, dinamika dan situasi politik,  sosial,  kesehatan dan keamanan yang terjadi saat ini,” katanya.

            Arman mengatakan kelihaian kapolri yang dengan sigap mampu mengejawantahkan aneka kebutuhan dalam rangka menciptakan kenyamanan dan perlindungan masyarakat secara optimal menjadi indikator dalam melihat kepuasan publik.  “Program Presisi Polri mampu menjawab kebutuhan masyarakat, terkait keamanan dan kenyamanan dari hulu sampai hilir,” ungkapnya.

            Arman menilai, dengan umur 100 hari pada masa kepemimpinannya, Jendral Listyo Sigit Prabowo mampu menjawab keraguan publik akan kapasitasnya sebagai kapolri baru. Penerapan sistem e-TLE adalah salah satu langkah maju yang juga diterapkan oleh polri dengan tujuan mereduksi kongkalingkong  yang tentunya merugikan masyarakat dan negara.  “Meski belum semua kebijakan tersebut diterapkan namun publik menyambut baik dan memberikan dua jempol terhadap terobosan tersebut,” ujarnya.

Publik Puas

            Begitu pula hasil survei Indikator Politik Indonesia baru-baru ini, menyatakan masyarakat puas dengan kinerja Polri di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Publik puas dengan peran Polri dalam menanggulangi penyebaran virus corona.

            Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan tingkat kepuasan publik kepada Polri mencapai 82,6 persen. Tergolong tinggi. “Kesimpulan itu berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan bahwa polisi sedikit ada kenaikan (tingkat kepuasan publik), namun secara umum tidak berbeda jauh. Penanganan oleh polisi relatif dinilai baik,” kata Burhanuddin.

            Menurut Burhanuddin, mayoritas publik juga percaya kepolisian dan TNI dalam menjaga keamanan selama Covid-19 mewabah. Mayoritas menilai kinerja TNI dan Polri dalam menjaga keamanan selama masa wabah sudah cukup atau sangat kompak. Tingkat kepuasan atas kekompakkan TNI-Polri mencapai 81 persen.

            “Polisi dalam menangani keamanan dianggap relatif baik. TNI juga relatif baik,” ujarnya. Hasil survei yang sama menyatakan mayoritas responden ingin pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disetop.

            Sebanyak 60,6 persen responden menginginkan PSBB dicabut. Hanya 34,7 persen responden yang masih mendukung penerapan PSBB. “Sebanyak 60,6 persen itu masyarakat meminta PSBB sudah cukup. Nah ini terus terang saya minta komentar karena belakangan justru kasus covid malah naik bahkan melampaui China,” kata Burhanuddin. Survei dilakukan menggunakan teknik wawancara via telepon. Sebanyak 1.200 responden dilibatkan. Survei dilakukan dalam rentang waktu 13-16 Juli 2020 menggunakan metode simple random sampling dengan margin of error di kisaran 2,9 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.

Banyak inovasi

            Baru-baru ini, tepatnya menjelang 100 hari kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) melakukan survei terhadap tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Polri.

            Hasilnya, sebanyak 84,2% masyarakat mengaku puas atas program Presisi Kapolri menjelang 100 hari yang sudah diimplementasikan di tengah masyarakat. Menurut Lemkapi ada sejumlah alasan dari publik mengapa masyarakat puas atas kinerja Polri. Antara lain sejak 3 bulan terakhir polisi banyak melahirkan inovasi dalam pelayanan umum. Polri yang kini banyak menggunakan teknologi dinilai semakin baik dan transparan dalam pelayanan publik.

            “Kami melihat ada kenaikan cukup signilfikan bila dibanding dengan 2020. Dimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Polri berada pada angka 82,9%. Selain itu, kebijakan Kapolri menetapkan Polsek yang tidak lagi mengurus perkara dan kini mengedepankan penyuluhan dan pembinaan keamanan, disambut positif masyarakat,” jelas anggota Lemkapi.

            Dalam dua pekan terakhir pihaknya melakukan riset atau sejak 21 April sampai dengan 4 Mei 2021 dengan menyasar 800 responden di 20 Polda. Riset dilakukan melalui sambungan telepon. Metode penelitian menggunakan porposive random sampling dengan usia 20 – 50 tahun dan human of error sebesar 3,5%. Hasilnya, sebanyak 84,2% masyarakat menyatakan puas atas program Presisi Kapolri dalam bidang pelayanan publik. Alasannya, sejak dilantik menjadi Kapolri, Sigit telah melahirkan banyak inovasi baru dalam pelayanan publik.

            Manager Riset Lemkapi, Andi Triharyono, menyebutkan, sejumlah inovasi yang banyak diapresiasi publik antara lain penerapan ETLE atau Tilang Elektronik. Kini penegakan hukum di jalan raya memberikan dampak perubahan besar dan kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat.

            Publik menilai terobosan tilang elektronik yang digagas Kapolri dalam program Presisi Kapolri ini tidak mengenal diskriminasi dalam penegakan hukum dan sudah dioperasikan serentak di hampir seluruh Polda. Sistem ini telah memberikan dampak perubahan besar terhadap masyarakat agar tertib berlalu lintas.

            Publik menilai Kapolri sangat berani menerapkan tilang elektronik. Penerapan sistem ini sudah barang tentu akan menghilangkan penyimpangan dan penyalagunasn kewenangan oleh oknum yang selama ini banyak disorot masyarakat. Selain itu, pelayanan perpanjangan SIM secara online dan terobosan baru dalam pengawasan masyarakat terhadap polri lewat Propam Presisi dan TV Polri juga banyak diunggulkan masyarakat.

            “Sistem tilang elektronik memaksa masyarakat patuh dalam berlalulintas di jalan. Kami melihat masyarakat mengaku puas, karena Kapolri telah memunculkan saluran baru untuk mengawasi kinerja polii,” jelas pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta.

            Dengan terobosan program Presisi Kapolri ini akan membawa perubahan besar terhadap kinerja dan prilaku anggota polri. Terobosan lain yang juga banyak diapresiasi adalah pemberantasan dan penanganan terorisme yang dinilai banyak pihak sangat humanis dan kecepatan polisi dalam mengungkap berbagai kejahatan, seperti perampokan, senpi ilegal di kapal Iran, kasus mafia tanah, TPPO jaringan internasional, pembunuhan, penipuan, dan jaringan narkoba terbesar yang dirilis Kapolri dengan barang bukti sabu 2,5 ton. Kemudian, kehadiran virtual polisi dinilai banyak pihak membuat masyarakat merasa nyaman dan menghilangkan kecurigaan ada kriminalisasi. Selain puas, ada sekitar 10,3% responden mengaku belum sepenuhnya puas atas pelayanan polri. Publik memberikan keluhan masih ada oknum yang menyalahgunakan kewenangan dalam penanganan perkara pidana, baik itu pidana umum maupun pidana narkoba.

            Selain itu, publik juga menginginkan agar penanganan korupsi di kepolisian diperkuat. Selain puas dan kurang puas, ada sekitar 5,5% publik tidak memberikan komentar karena masih mempelajari dan memberikan waktu kepada Kapolri terus bekerja.

Tiga Besar Terkorup

            Berbeda dengan survey kepuasan publik di atas, Transparency International Indonesia (TII) kembali melakukan survei Global Corruption Barometer (GCB) survei pada 1.000 responden. Ditemukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih dinilai menjadi lembaga terkorup pada 2020. Berdasarkan hasil survei GCB, DPR masih dinilai menjadi institusi publik terkorup di Indonesia. “Trennya sejalan di Asia di mana parlemen menjadi institusi publik paling korup,” kata Peneliti TII Alvin Nicola pada paparan GCB 2020.

            Dibandingkan dengan pengukuran GCB pada 2017, seluruh penilaian kepada institusi publik turun cukup signifikan kecuali persepsi pada pemerintah daerah yang naik 1 persen. Adapun, di kepolisian dan pengadilan, terdeteksi terjadi gejala reformasi walaupun tidak signifikan. Dalam survei tersebut, tercatat pada 2020, anggota legislatif, pejabat pemerintah daerah, dan polisi menempati urutan teratas sebagai lembaga terkorup di Indonesia.             Perinciannya, anggota legislatif 51 persen; pejabat pemerintah daerah 48 persen; pejabat pemerintahan 45 persen; polisi 33 persen; pebisnis 25 persen; hakim/pengadilan 24 persen; presiden/menteri 20 persen; LSM 19 persen; bankir 17 persen; TNI 8 persen; dan pemuka agama 7 persen.

            Adapun, sebanyak 3 dari 10 responden juga mengaku pernah membayar suap ketika mengakses layanan publik. Tingkat suap Indonesia tertinggi ketiga di antara 17 negara Asia yang disurvei, dan tidak turun secara signifikan dibandingkan dengan penelitian pada 2017.         “Alasan membayar suapnya 33 persen sebagai tanda terima kasih, 25 persen memang minta dibayar biaya tidak resmi, dan 21 persen ditawari membayar suap agar proses lebih cepat dan mudah,” papar Alvin. Adapun, 90 persen di antara responden tidak pernah melaporkan praktik suap yang dialaminya.

            Namun, selama pandemi, 97 responden mengaku tidak pernah memberikan suap. Survei GCB dilakukan melalui wawancara kepada 1.000 responden dengan usia di atas 18 tahun melalui telepon. Responden survei tersebar di 28 provinsi dan mewakili lima pulau Indonesia, yaitu Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Adapun, margin of error dari survei ini 3,1 persen.

Baik Buruk Tetap Bermanfaat

            Mecermati hasil survey kepuasan publik terhadap Polri, baik atau buruk sebetulnya tetap besar manfaatnya untuk eksternal kontrol, sehingga Polri bisa tetap mawas diri dan bekerja mengikuti prosedur yang benar dan profesional

            Faktanya dengan konsistennya survery dilakukan oleh berbagai lembaga riset berkenaan dengan kinerja Polri, secara kualitas ternyata terus ada peningkatan indeks kepuasan pelanggan dari tahun ke tahun.

            Survey memang tidak lepas dari kekurangan. Namun survey yang dilakukan oleh lembaga yang kredibel akan sangat membantu karena hasilnya merupakan fakta dan potret wajah Polri saat itu yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Ada margin of error yang bisa ditoleransi dan ini diakui secara internasional berkenaan dengan survey sosial masyarakat. Lagi pula, Polri sebagai lembaga publik jelas harus terus dikawal kinerjanya agar tidak meleset jauh menjadi lembaga yang mengawasi orang-orang yang bersalah dan menindaknya tanpa berpikir bahwa Polri secara profesional kelembagaan juga harus dirasakan keberadaannya di tengah masyarakat. 

Survei Kepuasan Masyarakat (SKM)

            Maka tak heran, agar keberadaan lembaga pemerintah termasuk institusi Polri terasa di tengah masyarakat, pemerintah dalam beberapa waktu terakhir terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Sebagaimana amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Negara memiliki kewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik.

            Untuk itu berbagai terobosan dan perbaikan telah dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik baik itu instansi pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, dalam hal ini perlu untuk mengetahui sejauh mana dampak yang dihasilkan dari perbaikan tersebut melalui pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM).

            Survei Kepuasan Masyarakat ini diharapkan dapat mengetahui informasi pengguna layanan yang terdiri dari : Profil pengguna layanan; Persepsi pengguna layanan, dan; Keluhan, saran perbaikan serta aspirasi pengguna layanan.

            Survei Kepuasan Masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat. Pedoman ini menggantikan pedoman sebelumnya dalam Permenpanrb No. 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan sebelumnya dipandang tidak operasional dan memerlukan penjabaran teknis dalam pelaksanaannya. Sehingga perlu untuk disesuaikan dengan metode survei yang aplikatif dan mudah untuk dilaksanakan. Selain itu, Peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan dan pedoman yang jelas dan tegas bagi penyelenggara pelayanan publik.

            Dalam Permenpan No. 14 Tahun 2017 disebutkan bahwa  SKM ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai pengguna layanan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan sasaran : Pertama, mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan. Kedua, mendorong penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Ketiga, mendorong penyelenggara pelayanan menjadi lebih inovatif dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Adapun keempat, mengukur kecenderungan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik.

            Dari uraian ini, bisa kita lihat bahwa survey-survey yang dilakukan oleh Lembaga riset internal maupun eksternal Polri, sangat relevan dan sinergi dengan upaya pemerintah secara keseluruhan untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Tak perlu alergi dengan hasil survey, karena dari situ, kita bisa makin mudah melihat wajah Polri di mata publik dan segera memperbaiki atau terus mempertahankan kinerja terbaik. (Saf).

Related Articles

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button