Kritik penyematan label teroris untuk KKB-OPM, LIPI: harusnya objektif
Suara.com – Penyematan status teroris kepada Tentara Pembebasan Negara Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) oleh pemerintah kembali menuai kritikan. Kali ini kritik tersebut disampaikan ilmuwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menilai pemerintah tidak mendasarinya dengan pertimbangan objektif.
Koordinator Klaster Riset Konflik, Pertahanan, dan Keamanan Pusat Penelitian Politik LIPI Muhammad Haripin mengemukakan, penyematan status teroris ke TPNPB-OPM harus didasari pertimbangan objektif dan diperkuat telaah sosial politik yang mendalam.
Dikatakanya, pengunaan istilah tersebut akan memperburuk dampak psikologis, stigmatisasi, dan diskriminasi terhadap orang Papua.
“Alih-alih menyelesaikan konflik, pelabelan ‘teroris’ justru berpotensi memicu eskalasi kekerasan dan menghambat proses perdamaian di Papua,” kata Haripin dalam diskusi virtual, Kamis (6/5/2021).
Baca Juga:
Cap Teroris untuk Separatis Kerap Jadi Jalan Pintas Selesaikan Konflik
Selain itu, pihaknya juga mengimbau kepada semua elemen untuk segera menghentikan tindak kekerasan dalam bentuk apapun di Papua.
Haripin menjelaskan, kalau konflik berkepanjangan yang terjadi di Bumi Cenderawasih itu telah menambah panjang daftar pelanggaran hak asasi manusia, memperbesar risiko disintegrasi, dan menghambat proses pembangunan di Papua.
Dengan demikian, yang semestinya dilakukan oleh pemerintah itu baiknya ialah pendekatan doalogis dan pembangunan rasa saling percaya di antara seluruh pihak.
“Harus selalu dikedepankan karena hal tersebut solusi terbaik bagi pemenuhan cita-cita perdamaian, kemanusiaan, serta kesejahteraan di Papua,” tuturnya.
Sebelumnya, pemerintah resmi menganggap TPNPB sebagai teroris. Keputusan pemerintah tersebut diklaim sudah disesuaikan dengan undang-undang yang mengatur soal teroris.
Baca Juga:
Reaksi Keras OPM Usai Dicap Teroris: Akal Sehat Pemerintah Sudah Hilang
“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif di kategorikan sebagai teroris,” kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021).