Ekonomi

Ratusan Calon Mahasiswa Difabel Terancam Tak Bisa Kuliah, Bang Pur Kritik Pemerintah

JEMBER – Ratusan calon mahasiswa disabilitas terancam tidak bisa melanjutkan studi di perguruan tinggi karena beasiswa disabilitas telah dihapus dan dilebur menjadi KIP Kuliah.

Data per 4 Mei 2021, terdapat 61 calon mahasiswa disabiltas yang ikut seleksi masuk perguruan tinggi dari berbagai daerah. Mereka adalah tuna daksa, tuna netra, tuna rungu dam tuna grahita.

Baca juga: KPK Akhirnya Ungkap Ada 75 Pegawainya Tak Lulus Tes Kebangsaan

Kebijakan afirmasi pemberian beasiswa disabilitas dihapuskan dan berubah menjadi KIP Kuliah yang bersifat umum dan berlaku bagi siapapun. Kebijakan sebelumnya, beasiswa untuk disabilitas tidak ada batasan umur dan tahun kelulusan berubah menjadi ada batasannya.

“Hal ini menjadi motivasi dan tekad dari penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan tinggi menjadi kendur serta tersisih dari kompetisi. Mengingat mayoritas mereka berasal dari ekonomi lemah,” ujar perwakilan disabilitas Jember, Kusbandono, Kamis (6/5/2021).

Dihubungi terpisah, anggota Komisi X DPR RI H.M. Nur Purnamasidi menyayangkan kebijakan tersebut. Menurut anggota DPR dapil Lumajang dan Jember ini, kebijakan tersebut kontraproduktif dengan semangat yang tercantum dalam UU nomor 8 tahun 2016.

“Kenapa demikian? Dalam salah satu klausul disebutkan bahwa pemerintah wajib menyediakan biaya Pendidikan untuk penyandang disabilitas. Dengan skema bea siswa yang disediakan agar lebih banyak lagi mahasiswa difabel yang dapat mengakses dan menerima manfaat secara optimal. Beasiswa difabel akan membantu siswa cerdas berkebutuhan khusus dalam melanjutkan pendidikan tinggi,” kata politisi Partai Golkar ini.

Pria yang akrab dipanggil Bang Pur ini mendesak pemerintah tetap memberikan perhatian khusus melalui kebijakan afirmasi dengan skema pengalokasian kuota khusus bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa difabel yang masuk perguruan tinggi melalui semua jalur yang ditetapkan.

“Rasionalisasinya sederhana, penyandang disabilitas memerlukan biaya hidup yang lebih besar karena memerlukan alat bantu dan juga akses intervensi medis, sosial dan atau juga psikologis secara periodik,” tambahnya.

Related Articles

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button