Jakarta – Ketua komisi bidang perekonomian DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz, mengatakan telah mengingatkan Pemerintah DKI untuk berhati-hati dalam membahas perjanjian kerja sama pengelolaan air minum di Ibu Kota.
Pemerintah DKI melalui PAM Jaya telah menerbitkan adendum (Perubahan) atas perjanjian kerjasama swastanisasi air Jakarta, dengan PT AETRA.
“Kami sudah mengetahui adanya adendum itu saat rapat beberapa bulan lalu dengan PAM Jaya. Kami sudah memberikan arahan kepada mereka agar hati-hati dalam merumuskan adendum itu,” kata Abdul saat dihubungi, Senin 12 April 2021.
Adapun adendum tersebut merupakan tambahan dari Perjanjian Kerjasama Swastanisasi Air Jakarta yang dilegalkan melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 891 tahun 2020. Gubernur Anies Baswedan meneken Kepgub swastanisasi air itu pada 31 Agustus 2020.
Kepgub tersebut berisi tentang Persetujuan Adendum Perjanjian Kerjasama Antara Perusahaan Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dengan Perseroan Terbatas Aetra Air Jakarta.
Aziz menuturkan pengelolaan air merupakan suatu hal yang vital dan harus dikendalikan pemerintah. Kenyataannya di Ibu Kota ada perusahaan asing yang mengelola air minum yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Adapun dua perusahaan asing yang mengelola air minum di DKI adalah PALYJA dan AETRA.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu meminta Anies mengkaji lebih detail rencana jangka panjang pengelolaan air minum di Jakarta. Sebabnya kontrak perjanjian pengelolaan air minum dengan AETRA bakal berakhir pada 2023.
“Kami telah meminta pemerintah DKI membuat kajian kriteria apa yang bisa membuat diperpanjang atau tidak kontrak air minum. Kami ingatkan pengelolaan air ini adalah hal vital yang harus dikelola pemerintah.”
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka isi addendum tersebut. “Intinya kami minta informasi adendum itu. Adendumnya seperti apa sehingga disetujui kerja sama itu,” kata anggota Koalisi Nelson Nikodemus Simamora melalui konferensi pers daring, Ahad, 11 April 2021. “Kami mencurigai isi adendum itu memperpanjang kontrak swastanisasi air.”
Koalisi menyatakan telah mengajukan informasi publik atas Kepgub tersebut. Namun jawaban yang diterima berubah-ubah. Pertama, kata dia, koalisi mengajukan permohonan informasi publik tentang apa sebenarnya isi dari adendum itu kepada Dinas Komunikasi dan Informasi Statistik DKI.
Namun ternyata mendapat penolakan melalui jawaban Kepala Diskominfotik pada 8 Januari 2021. Alasannya yang tertulis dari Diskominfotik adalah addendum terkait masih dalam proses kajian oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP) atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Tidak puas dengan jawaban itu kami mengajukan keberatan,” ujarnya. Namun, jawaban tertulis yang diberikan pemerintah melalui Sekretaris Daerah adalah dokumen adendum perjanjian kerjasama tersebut tidak dikuasai oleh Pemerintah DKI Jakarta karena addendum tersebut merupakan dokumen dengan mekanisme business to business antara PAM Jaya dengan PT AETRA.
“Kami menduga Gubernur DKI Jakarta telah memperpanjang perjanjian kerjasama dengan swasta yang menyangkut akses air bersih 10 juta warga Jakarta yang telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar triliunan rupiah selama 25 tahun sejak 1997,” demikian Koalisi Masyarakat yang belakangan diwanti-wantikan oleh DPRD DKI.
IMAM HAMDI
Baca juga : Koalisi Masyarakat Sebut Kepgub Swastanisasi Air yang Diteken Anies Abal-abal