Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wordpress-seo domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/wartajaya.com/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Pakar Kritik Nadiem, Sekolah Wajib Buka Saat Tak Siap Prokes - www.wartajaya.com
Site icon www.wartajaya.com

Pakar Kritik Nadiem, Sekolah Wajib Buka Saat Tak Siap Prokes

Jakarta, CNN Indonesia — Pakar kebijakan publik bidang pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Hafidz Abbas menilai pemerintah mengambil risiko tinggi karena mewajibkan semua sekolah dibuka setelah vaksinasi Covid-19 guru dan tenaga kependidikan.

Hafidz menyoroti persiapan protokol kesehatan di sekolah. Dia menilai seharusnya pemerintah tidak hanya menuntut sekolah dibuka, namun juga mengalokasikan anggaran khusus untuk persiapan belajar tatap muka.

Pemerintah sendiri hingga kini belum mengalokasikan anggaran khusus untuk persiapan protokol kesehatan. Sekolah diminta memanfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai protokol kesehatan.

“Ini sangat sulit diterima dengan kenyataan kalau semua ini [dana BOS] dipakai untuk penanggulangan protokol kesehatan. Ini jauh dari ketercukupan dana BOS, enggak mungkin,” tutur Hafidz ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (31/3).

“Idealnya seharusnya menggunakan [anggaran] penanggulangan Covid. Sebab dana BOS sudah jelas peruntukannya. Untuk gaji honorer saja tidak cukup. Apalagi dibebani lagi untuk menanggulangi pemberlakuan protokol kesehatan,” lanjut dia.

Menurutnya, kebijakan pembukaan sekolah harus dilakukan dengan aspek kehati-hatian dan persiapan yang matang. Ia mengatakan hal ini pun juga dilakukan di negara-negara lain.

Hafidz menyebut Jepang sebagai salah satu contoh. Ketika negara tersebut memutuskan sekolah dibuka pada Juni 2020, kebijakan ini didukung oleh pembatasan serta penanggulangan Covid-19 yang lebih disiplin dan ketat.

Kemudian di Inggris, kata dia, pembatasan pengunjung dari luar negeri dilakukan dengan ketat. Sehingga ketika sekolah kembali dibuka baru-baru ini, langkah itu dinilai tepat.

Sementara menurut Hafidz, yang terjadi di Indonesia tidak seperti di negara-negara tersebut. Ia menyoroti penerapan protokol kesehatan dan persiapan infrastruktur yang belum maksimal.

Mengutip data kesiapan sekolah milik Kemendikbud, baru 282.108 sekolah yang mengisi 11 daftar periksa yang diwajibkan Kemendikbud untuk pembukaan sekolah. Daftar periksa itu seharusnya wajib dipenuhi bagi sekolah yang akan dibuka.

Fasilitas dan prosedur yang wajib dipenuhi sekolah dalam daftar periksa meliputi harus memiliki toilet dan kamar mandi bersih, sarana cuci tangan, desinfektan, pengukur suhu tubuh, mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, dan menerapkan area wajib masker.

Selanjutnya sekolah harus punya data warga sekolah dengan penyakit komorbid, data akses transportasi warga sekolah, data riwayat perjalanan warga sekolah per zona, data riwayat kontak erat pasien covid-19, dan membuat kesepakatan dengan komite sekolah.

Namun dari total 534.954 sekolah yang tercatat di Data Pokok Pendidikan, hanya 52,74 persen di antaranya yang sudah mengisi daftar periksa. Sekolah yang sudah mengisi pun belum semuanya memiliki persyaratan yang diwajibkan.

Contohnya, 11.230 sekolah mengaku tidak punya sarana cuci tangan, 39.852 sekolah belum punya desinfektan, 86.286 sekolah mengatakan tidak bisa menerapkan area wajib masker, dan 65.244 sekolah belum punya pengukur suhu tubuh.

Hafidz menekankan belum siapnya protokol kesehatan di sekolah harus dijadikan pertimbangan utama pemerintah dalam mendorong pembukaan sekolah. Jika tidak, ia khawatir pembelajaran tatap muka justru membawa bahaya.

“Dalam keadaan seperti begini kalau tiba-tiba mau lebih maju dari negara yang penerapan sistem hukumnya lebih bagus, kita bisa mengalami keadaan yang tidak terkontrol. Jadi sebaiknya pemerintah hati-hati ambil kebijakan,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mewajibkan sekolah mulai dibuka sejak sekarang apabila vaksinasi guru dan tenaga pendidikan telah dilakukan. Sehingga dia menargetkan pada Juli 2021 semua sekolah sudah harus dibuka.

Sementara Perhimpunan Pendidikan dan Guru menilai sekolah belum siap dibuka untuk pembelajaran tatap muka.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan pemerintah belum mengevaluasi dengan ketat persiapan protokol kesehatan di sekolah. Sementara, kata dia, vaksinasi guru dan tenaga kependidikan berjalan lambat.(fey/pmg)

Exit mobile version