OECD Kritik Dominasi BUMN di Pasar RI
JAKARTA, KOMPAS.com – Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengkiritisi dominasi BUMN di pasar dalam negeri.
Hal itu diungkapkan dalam survei ekonomi Indonesia terbaru edisi Maret 2021. Di dalam laporan tersebut OECD menyatakan, keterlibatan pemerintah dalam beberapa jaringan industri terlampaui tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di dunia.
OECD pun menyebutkan bahwa BUMN terlalu mendominasi pangsa pasar. “Misalnya, di sektor ritel bahan bakar khusus, pangsa pasar Pertamina adalah 96 persen pada tahun 2016.
Sementara itu bank-bank BUMN menyumbang 40 persen dari aset perbankan nasional. Dalam infrastruktur seperti air, jalan tol, pelabuhan, dan bandara, dominasi BUMN juga bersifat mutlak.
Bio Farma merupakan satu-satunya produsen vaksin dan serum di Indonesia,” tulis OECD dalam Survei Ekonomi edisi Maret 2021, Kamis (18/3/2021).
OECD juga menyoroti perlakuan khusus yang diberikan terhadap BUMN. Misalnya saja, perusahaan pelat merah dibebaskan dari kebijakan antitrust atau anti monopoli.
“Pemerintah harus mendorong BUMN untuk membenarkan logika bisnis yaitu dengan menghilangkan diversifikasi yang tidak terkait (dengan bisnis inti),” tulis OECD.
OECD juga menilai bahwa reformasi semakin diperlukan karena kinerja keuangan dan operasional BUMN telah mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data OECD, utang gabungan bruto BUMN meningkat menjadi 7,3 persen dari PDB pada Maret 2020 dari 4,7 persen pada dua tahun sebelumnya.
Selain itu, beberapa BUMN beroperasi dengan debt-toequity ratios yang tinggi, sehingga menimbulkan risiko fiskal kontinjensi yang tidak tercakup secara memadai.
Untuk itu OECD pun merekomendasikan beberapa poin. Pertama, pemerintah harus meningkatkan tata kelola BUMN agar sejalan dengan praktik global.
“BUMN hendaknya selalu tunduk pada aturan persaingan usaha dan diminta pertanggungjawabannya apabila terjadi posisi dominannya di pasar,” tulis OECD.
Kedua, OECD mendesak pemerintah melakukan peninjauan kembali atas batasan yang ada saat ini. OECD mendorong agar pemerintah menghapus batasan yang menimbulkan biaya tanpa mendatangkan manfaat, dan memantau batasan yang lain.
OECD juga menyoroti soal penunjukkan langsung kepada BUMN untuk menyelesaikan proyek-proyek nnasional. OECD menilai penunjukkan langsung harus dibatasi.
“Batasi penunjukan langsung hanya untuk kebutuhan yang harus dipenuhi saat ini juga, bersifat mendesak, dan tidak diduga, ketika hanya ada pemasok tunggal yang memenuhi kualifikasi, dan harus diakhir sesegera mungkin,” tulis OECD.