GeNose Jadi Syarat Naik Pesawat, Cara Kerja, hingga Efektivitasnya yang Diragukan
JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah kini memperbolehkan penggunaan Gajah Mada Electric Nose Covid-19 atau GeNose C19 sebagai alat pemeriksaan Covid-19 sebelum naik pesawat.
Sebelumnya, penggunaan GeNose C19 sebagai alat pemeriksaan pelaku perjalanan baru boleh dilakukan untuk perjalanan menggunakan kereta api antarkota.
GeNoSe C19 merupakan alat buatan Universitas Gadjah Madauntuk mendeteksi virus corona melalui hembusan napas.
Alat ini telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan Nomor Kemenkes RI AKD 20401022883.
Baca juga: Satgas Covid-19 Bolehkan Hasil Pemeriksaan GeNose Jadi Syarat Naik Pesawat Terbang
Meski demikian, efektivitas alat tersebut masih diragukan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, GeNose C19 belum bisa menggantikan pengecekan Covid-19 yang sudah ada. Sebab, alat ini masih dalam fase eksperimental.
“Jadi janganlah diklaim bahwa alat ini bisa menggantikan tes-tes yang sudah valid. Kalau menurut saya, alat ini masih fase eksperimental, belum selesai, jadi masih belum meyakinkan,” kata Pandu kepada Kompas.com, akhir Januari.
Menurut dia, GeNose C19 berusaha mendeteksi volatile organic compunds (VOC) yang dikeluarkan dari mulut dan kerongkongan orang yang diduga terinfeksi Covid-19.
Metode tidak langsung ini, menurut Pandu, belum efektif untuk mendeteksi apakah orang tersebut telah terinfeksi virus SARS-CoV-2 atau tidak.
Sebab, volatile organic compunds yang keluar dari kerongkongan manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyakit saluran napas, makanan, dan rokok.
“Volatile organic compounds ini kan kalau dari mulut kita banyak sekali pengaruhnya,” ujar Pandu.
Baca juga: Tes GeNose hingga PCR Jadi Syarat Naik Pesawat, Tak Berlaku bagi Anak 5 Tahun ke Bawah
Sementara itu, ahli epidemiologi dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, GeNose sebaiknya digunakan di rumah sakit, atau bukan di stasiun transportasi umum.
“Berbasis dari risetnya sendiri, mesinnya (GeNose) sudah dimodifikasi dalam realita kondisi rumah sakit. Tentu rumah sakit dan populasi umum itu berbeda,” kata Dicky kepada Kompas.com akhir Januari.
Dicky lantas menyebutkan, ada beberapa alasan kenapa alat GeNose yang ada di Indonesia saat ini sebaiknya tidak dipergunakan di stasiun transportasi umum tetapi lebih baik dipergunakan di rumah sakit atau puskesmas.
Pertama, pertimbangan basis riset dan populasi. Dicky mengatakan, jika penggunaan alat GeNose direncanakan dipakai di sarana publik ataupun transportasi umum, itu artinya target populasi masyarakat umum.
Sementara itu, sejak awal target populasi dari riset yang dilakukan terhadap alat GeNose adalah orang yang berisiko rentan terinfeksi Covid-19, yaitu populasi di pelayanan kesehatan.
“Dan ini ditambah lagi dengan kondisi di mana di (uji klinik) fase 2-nya itu pun, tetap dilakukan di lingkungan kasus atau potensi positifnya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi populasi umum, yang di sini menjadi dalam lagi terkait clash in balance (perselisihan keseimbangan riset dan penerapan lapangan)-nya antara positif dan negatif,” papar dia.
Baca juga: Mulai 1 April, Naik Pesawat dari 2 Bandara Ini Bisa Pakai GeNose C19
Hal ini dikarenakan, di populasi umum, tentu partisipan yang positif justru lebih sedikit dibandingkan dengan yang di rumah sakit.
Sebab, umumnya saat ini orang yang di rumah sakit, mereka sudah melakukan cek terlebih dahulu apakah mereka membawa atau terinfeksi virus atau tidak.
Kedua, desain GeNose lebih cocok untuk rumah sakit.
Menurut Dicky, alat GeNose yang diterapkan di Indonesia tersebut sebenarnya sudah dari awal riset pengembangan desainnya memang dipergunakan untuk di rumah sakit ataupun pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan klinik.
Oleh karena itu, seharusnya jika memang ingin membuat alat tes napas Covid-19 di ruang publik, seperti terminal maupun stasiun, sejak awal juga seharusnya juga didesain menyesuaikan target tujuan tempat dan populasinya.
“Nah, itu (alat GeNose) harus di desain sejak awal dari riset. Supaya tidak ada bias seleksi partisipan, dan ini terjadi, karena ini akan menjadi clash in balance dalam riset itu,” ucap dia.
“Itulah kenapa desain penelitian begitu penting untuk tujuannya. Kalau mengembangkan desain ini, artinya GeNose lebih tepat dipakai di lingkup rumah sakit, diujicobakan lagi, atau di (lingkup) rawat jalan, atau di bangsal misalnya, karena desainnya saya lihat seperti itu,” ucap dia.
Baca juga: Mulai 1 April Tes GeNose Jadi Syarat Perjalanan, Ini Tanggapan Ahli
Ketiga, GeNose bukan untuk orang tanpa gejala (OTG).
GeNose tidak diperuntukkan bagi kelompok OTG atau berisiko rendah (terinfeksi Covid-19), karena secara desain alat ini belum tepat dipergunakan dalam kategori kelompok tersebut.
“Jadi harus ada riset lagi. Sekali lagi saya sampaikan bukan masalah tes-alat ini tidak akurat, ya akurat iya, karena riset ini bukan hal yang pertama di dunia, banyak negara lain yang sudah melakukan, tetapi kalau ditujukan untuk skrining (masyarakat umum), desainnya juga harus ditujukan untuk (umum) itu. Sehingga, positive predictive value-nya itu tidak rendah,” papar dia.
Cara kerja GeNose
Salah seorang anggota Tim Pengembang GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra menjelaskan cara kerja alat itu.
Dia menyebut, alat tersebut mengidentifikasi virus corona dengan cara mendeteksi volatile organic compound (VOC).
Dian mengatakan, VOC terbentuk lantaran adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas.
Orang-orang yang akan diperiksa menggunakan GeNose terlebih dahulu diminta mengembuskan napas ke tabung khusus.
Baca juga: Update 44 Stasiun yang Buka Layanan Cek GeNose C19 untuk Naik Kereta
Sensor-sensor dalam tabung itu lalu bekerja mendeteksi VOC. Kemudian, data yang diperoleh akan diolah dengan bantuan kecerdasan buatan hingga memunculkan hasil.
Dalam waktu kurang dari 2 menit, GeNose bisa mendeteksi apakah seseorang positif atau negatif Covid-19.
Adapun penggunaan GeNose sebagai syarat naik transportasi udara dimuat dalam Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Covid-19 yang diterbitkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Salah satu poin aturan dalam SE ini yakni memperbolehkan pelaku perjalanan transportasi udara menggunakan GeNose sebagai alat pemeriksaan sebelum bepergian.
Baca juga: KAI Daop 5 Tambah Layanan Pemeriksaan GeNose, Ini Daftar Stasiunnya
Dilansir dari lembaran SE pada Selasa (30/1/2021), aturan ini tertuang pada angka 3 huruf b yang berbunyi:
“Pelaku perjalanan transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan, atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan, atau hasil negatif tes GeNose C19 di Bandar Udara sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia.”
Adapun e-HAC adalah health alert card atau kartu kewaspadaan kesehatan.
(Penulis: Ellyvon Pranita| Editor: Theresia Ruth Simanjuntak, Ellyvon Pranita, Gloria Setyvani Putri)