NASIONAL

Pengadilan Tinggi Jakarta Perberat Vonis Harvey Moeis dalam Kasus Korupsi Timah

Wartajaya.com – Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman terhadap terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis. Dalam putusan banding, Harvey divonis 20 tahun penjara, jauh lebih berat dibandingkan putusan sebelumnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara. Keputusan ini dianggap sebagai langkah signifikan dalam pemberian sanksi tegas terhadap pelaku korupsi.

Majelis hakim PT Jakarta yang diketuai Teguh Harianto menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti bersalah dalam tindak pidana korupsi serta pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama. Selain pidana penjara, Harvey juga dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan subsider delapan bulan kurungan.

Tak hanya itu, hukuman pidana pengganti yang harus dibayarkan juga meningkat drastis, dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar. Jika jumlah tersebut tidak dilunasi dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Harvey akan disita negara. Apabila tidak memiliki aset yang cukup, maka hukumannya akan diperpanjang selama 10 tahun.

Putusan ini mendapat perhatian publik dan dinilai mencerminkan keadilan bagi masyarakat. Pakar hukum Feri Amsari menilai bahwa hukuman berat terhadap Harvey Moeis menjadi tren baru dalam pemberian sanksi bagi pelaku korupsi.

“Putusan ini patut dihormati karena menunjukkan tren positif dalam pemberian hukuman berat kepada koruptor,” ujar Feri saat diwawancarai, Jumat (14/2/2025). Menurutnya, putusan di tingkat pertama yang hanya menjatuhkan vonis 6,5 tahun terasa tidak adil, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan, yakni mencapai Rp 300 triliun.

Feri juga menyoroti bahwa reaksi publik terhadap putusan awal memengaruhi jalannya proses peradilan. “Ketidakadilan dalam vonis awal memicu perhatian besar, termasuk dari Presiden Prabowo Subianto. Atensi ini menjadi faktor penting agar hakim lebih cermat dalam meninjau perkara,” tambahnya.

Meski demikian, Feri mengingatkan bahwa hakim harus tetap menjaga independensinya dalam memutuskan perkara. “Saat memutuskan putusan banding, hakim harus memastikan bahwa pertimbangan utama adalah keadilan bagi semua pihak, termasuk terdakwa,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa keadilan bukan hanya tentang memperberat hukuman, tetapi juga memastikan bahwa putusan yang dijatuhkan sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. “Kita perlu menjaga agar keadilan terus terepresentasikan dalam setiap putusan pengadilan,” kata Feri.

Putusan banding ini menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak mentoleransi korupsi, terutama yang berdampak besar terhadap perekonomian nasional. Hukuman berat bagi Harvey Moeis diharapkan dapat menjadi preseden bagi kasus-kasus serupa di masa depan, sehingga memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.

Dengan meningkatnya atensi terhadap kasus-kasus besar, masyarakat berharap bahwa tren ini terus berlanjut, bukan sekadar respons terhadap tekanan publik, tetapi sebagai langkah nyata dalam memperkuat sistem peradilan yang berkeadilan.

Related Articles

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button