Skandal Seks Guncang Guinea Ekuatorial, Bongkar Sisi Gelap Rezim Obiang
Wartajaya.com – Guinea Ekuatorial tengah dilanda skandal seks besar yang melibatkan Baltasar Ebang Engonga, seorang pejabat tinggi yang juga keponakan Presiden Teodoro Obiang Nguema Mbasogo. Video-video yang memperlihatkan Engonga berhubungan seks di kantor dan tempat lain dengan berbagai perempuan bocor ke publik, menggegerkan negara kecil di Afrika Tengah ini. Skandal ini menyoroti kehidupan elite yang penuh intrik, dugaan korupsi, serta kondisi kebebasan pers yang sangat terbatas.
Melansir BBC pada Senin (11/11), lebih dari 150 video telah menyebar melalui media sosial, memperlihatkan tindakan tak senonoh Engonga. Beberapa perempuan yang terlibat adalah kerabat orang-orang yang dekat dengan lingkar kekuasaan. Ada yang menyadari sedang direkam, sementara lainnya kemungkinan tidak.
Di balik penyebaran video ini, berbagai teori mencuat. Salah satunya menyebutkan bahwa video ini bocor sebagai upaya untuk menjatuhkan Engonga, yang diketahui sebagai salah satu kandidat kuat penerus Presiden Obiang. Pada usia 82 tahun, Obiang adalah presiden terlama di dunia, memimpin Guinea Ekuatorial sejak 1979, namun negara ini tengah menghadapi krisis ekonomi yang serius.
Skandal ini bukan kali pertama rezim Obiang diterpa isu negatif. Pemerintahannya kerap dikritik atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembunuhan sewenang-wenang dan penyiksaan. Selain itu, beberapa anggota keluarganya hidup dengan gaya hidup mewah yang kontras dengan kemiskinan yang dialami sebagian besar dari 1,7 juta penduduk.
Engonga ditangkap pada 25 Oktober atas dugaan penggelapan dana negara dan kini ditahan di penjara Black Beach, Malabo. Kasus ini semakin kompleks ketika video seksnya bocor hanya beberapa hari setelah penangkapannya. Kecurigaan pun mengarah ke anggota pasukan keamanan yang memiliki akses ke perangkat elektroniknya.
Pada tanggal 30 Oktober, Wakil Presiden Teodoro Nguema Obiang Mangue, yang juga putra Presiden Obiang, memberi perintah kepada perusahaan telekomunikasi untuk menghentikan penyebaran video-video tersebut. Ia menyatakan, “Kita tidak bisa terus melihat kehancuran keluarga tanpa bertindak.” Mangue juga menyebutkan bahwa pihak berwenang tengah menyelidiki asal-usul video tersebut.
Baca juga: Menggali Makna Hari Juang Polri: Pengakuan Terhadap Perjuangan Polisi Istimewa
Pengamat dan aktivis menduga skandal ini merupakan bentuk persaingan internal di kalangan elite negara, terutama di tengah spekulasi suksesi kepresidenan. Nsang Christia Esimi Cruz, aktivis asal Guinea Ekuatorial yang kini tinggal di London, menilai bahwa skandal ini lebih dari sekadar skandal seks. “Ini adalah bagian dari akhir era Obiang, sebuah persaingan internal untuk kursi kekuasaan,” ungkap Cruz.
Ia juga menuduh Mangue dan ibunya berusaha menyingkirkan saingan politik, termasuk saudara tirinya, Gabriel Obiang Lima, yang pernah menjabat sebagai menteri perminyakan. Menurut Cruz, dalam kalangan elite, penggunaan skandal seks bukanlah hal baru untuk mencoreng reputasi lawan politik.
Di sisi lain, polisi meminta para perempuan yang menjadi korban video tanpa izin ini untuk melaporkan Engonga, dan seorang perempuan dilaporkan telah mengajukan tuntutan. Namun, penyebab utama di balik perekaman video tersebut masih menjadi teka-teki.
Mangue tampaknya berupaya menampilkan diri sebagai sosok yang tegas terhadap pelanggaran hukum, meskipun ia sendiri memiliki rekam jejak buruk di luar negeri, termasuk kasus korupsi di Prancis. Untuk menanggapi skandal ini, Mangue memerintahkan pemasangan kamera CCTV di kantor-kantor pemerintah agar pejabat tidak menyalahgunakan wewenang.
Di tengah hebohnya kasus ini, aktivis mengkritik bahwa skandal seks ini seolah menutupi permasalahan besar yang sebenarnya dihadapi Guinea Ekuatorial. “Negara ini memiliki masalah lebih besar dari sekadar skandal seks. Skandal ini hanyalah gejala dari penyakit sistemik, menunjukkan betapa korupnya rezim ini,” kata Cruz, yang juga bekerja untuk organisasi hak asasi manusia, GE Nuestra.
Perhatian publik yang tinggi terhadap kasus ini membuat nama Guinea Ekuatorial menjadi salah satu topik hangat di Afrika, menandai betapa parahnya dampak dari skandal ini terhadap citra negara tersebut. Skandal ini menunjukkan sisi gelap elite penguasa, sekaligus mengungkapkan kondisi negara yang terkekang di bawah kepemimpinan otoriter.